Sabtu, 11 Desember 2010

Sejarah Rampak Bedug Kesenian Asli Banten

Pengertian Rampak Bedug
Kata "bedug" sudah tidak asing lagi bagi telinga bangsa Indonesia. Bedug terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi datangnya waktu­ shalat wajib 5 waktu. Demikian juga dengan seni bedug semacam ngabedug atau
ngadulag sudah akrab di telinga bangsa kita, khususnya lagi bagi telinga kaum muslimin.Tapi "rampak bedug" akan terasa asing, bahkan di telinga masyarakat Muslim sekalipun.Karena rampak bedug hanya terdapat di daerah Banten sebagai ciri khas seni-budayaBanten. Kata "rampak" mengandung arti "serempak" juga banyak. Jadi "rampak bedug"adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa "banyak" bedug dan ditabuhsecara "serempak" sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar.
"Rampak Bedug" dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka "Rampak Bedug" hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring Takbiran, Ruatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.

Maksud dan Fungsi Rampak Bedug
Rampak bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan, persis seperti seni ngabedug, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suati seni yang layak jual, sama dengan seni-seni musik komersial lainnya. Walau para pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampakbedug sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai.
Rampak bedug selain berfungsi religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang dirancang para ulama pewaris Nabi , juga memiliki fungsi rekreasi/hiburan. Tentu saja berbeda dengan ngabedug, rampak bedug memiliki fungsi ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka. Dalam fungsi religi selain menyemarakan Tarawihan adalah sebagai pengiring Takbiran dan Marhabaan.

Sejarah dan Perkembangan Rampak Bedug
Tahun 1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah biasa diadakan pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Kapan rampak bedug diciptakan, mungkin jauh sebelum tahun 1950-an. Siapa pencipta awal rampak bedug ? Ini pun sepertinya tidak dicatat. Bahkan mungkin saja sang creator tidak menyebut-nyebut dirinya. Hanya saja disebut-sebut, bahkan tepatnya di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah sekitarnya, malah hingga ke Kabupaten Serang.
Seni rampak bedug mulai ramai dipertandingkan pada tahun 1955-1960. Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen dan sampai sekarang Haji Ilen masih ada. Rampak bedug kemudian dikembangkan oleh berempat yaitu : haji Ilen, Burhata (almarhum), juju, dan Rahmat. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampak bedug.

Daerah Penyebaran Rampak Bedug
Rampak bedug Haji Ilen berdiri di Kelurahan Juhut Kecamatan Pandeglang. Kemudian menyebar ke kampung-kampung di sekitar kelurahan Juhut dan kelurahan­kelurahan serta kecamatan-kecamatan sekitar. Malah menyebar juga di kecamatan­kecamatan Serang, Pamaraian, dan Walantaka Kabupaten Serang. Seni rampak bedug yang terdaftar ada 4 group, 3 group di Pandeglang dan 1 group di Serang. Adapun daerah penyebaran seni rampak bedug di Provinsi Banten yaitu sebagai berikut:
Group seni rampak bedug Kitapa yang dipimpin oleh TB. Ruchayat Zaen dengan jumlah anggota 45 orang terdapat di Kabupaten/Kecamatan Serang, Lopang, dan Gede. Seni rampak bedug Putra Medal yang dipimpin oleh Diding Sujai denganberanggotakan 16 orang tersebar di Kabupaten/Kecamatan Pandeglang, 3. Seni Rampak Bedug group Layung Sari yang dipimpin oleh Utom Bustomi yang beranggotakan 35 orang tersebar di Kabupaten/Kecamatan Pandeglang, dan 4. Rampak Bedug Paguyuban Sentra Pulosari yang dipimpin oleh Hardi dengan anggota sebanyak 26 orang terdapat di Kabupaten/Kecamatan Pandeglang dan Kadu Hejo.

Silsilah dan Tokoh Rampak Bedug
Sebagaimana telah disebutkan bahwa seni rampak bedug telah ramai
dipertandingkan di Pandeglang pada tahun 1955-1960. Kemudian antara tahun 1960­1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kratif dalam seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedugkemudian dikembangkan oleh berempat yaitu Haji Ilen, Burhata (almarhum), Juju, danRahmat. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok pemain rampakbedug. Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang dapat dikatakansebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat itulah seni rampak bedugmenyebar.

Pemain rampak Bedug dan Fungsinya
Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi 
sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan (selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain sebagai berikut:
Pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus kendang
Pemain perempuan sebagai penabuh bedug
Baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.

Waditra Rampak Bedug dan Fungsinya
Waditra rampak bedug terdiri dari :
Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya'ir dari lagu.
Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama
lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambe dan dililiti kulit
kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.

Busana yang Dipakai Pemain Rampak Bedug
Busana yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain (bukan hitam atau putih saja). Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari-tari tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatf religius. Misalnya menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit yang bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang. Banyunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat pinggang besar. Adapun rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.

Urutan Pertunjukan Rampak Bedug
Pada awalnya seni rampak bedug dipentaskan untuk mengiringi Takbiran di hari Lebaran. Kemudian berkembang juga untuk acara ruatan dan Marhabaan. Sekarang malah berkembang lagi sebagai seni profesional untuk mengisi hiburan dalam acara hajatan pernikahan, khitanan, dan peringatan hari-hari nasional maupun kedaerahan. Lagu-lagu yang diiringinya pun berkembang, diantaranya Shalawat Badar dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.

di bawah ini adalah video dari saudara/saudari kita SMPN 3 Pandeglang yang mempertunjukan kesenian Rampak Bedug silahkan menyaksikan ....

Karya Ilmiah Judul Keraton Surosowan

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Keraton merupakan kumpulan bangunan tempat tinggal raja dan keluarganya. Keraton pada umumnya juga dijadikan pusat kerajaan dan merupakan pusat dari segala kegiatan politik, ekonomi, sosial, serta budaya. Para pejabat kerajaan, bangsawan dan keluarga raja biasanya juga tinggal di sekitar Istana (chaerosti, 1990 : 21). Selain itu, sesuai dengan pandangan kosmologis dan relegio-magis yang bersumber pada tradisi bangsa Indonesia, keratin merupakan pusat kekuatan gaib yang berpengaruh pada seluruh kehidupan masyarakat.
Keraton yang disebut dengan nama Keraton Surosowan berasal dari dua kata Suro dan Sowan. Suro berarti berani Sowan berarti menghadapi kedzoliman jadi Surosowan yaitu Berani menghadapi kedzoliman, Keraton Surosowan diperkirakan berdiri pada aba ke-17, keraton ini bukalah tempat tinggal Sultan yang pertama didirikan di Banten. Tempat tinggal Sultan Banten yang pertama, di duga didirikan didekat Karangantu. Keraton Surosowan di bangun antara tahun 1552 sampai 1570 dalam beberapa tahap dan sedikitnya melalui empat fase, menurut keterangan sumber sejarah disebutkan bahwa dinding Surosowan tingginya sekitar 2 meter, tebal 7,25 meter dan lebar 5 meter, panjang pada sisi Timur dan Barat adalah sekitar 300 meter. Sedangkan pada bagian Utara dan Selatan adalah 100 meter, luar keseluruhan yang di Bentengi adalah sekitar 3 hektar. Pada setiap sudut benteng terdapat Bastion yang berbentuk intan, dan di tengah dinding Utara dan Selatan berbentuk setengah lingkaran.
Pada mulanya Benteng Surosowan memiliki tiga pintu gerbang, yaitu pintu Utara, Timur dan Selatan. Gerbang Timur dan Utara dibuat dalam bentuk lengkung, di maksudkan untuk mencegah tembakan langsung bila pintu gerbang di buka, kedua dibuat dengan atap setengah silinder. Di luar benteng dibuat kanal yang dengan Sungai Cibanten, sehingga mengelilingi Keraton Surosowan.
Keraton Surosowan mengalami beberapa kali penghancuran, kehancuran yang pertama kali terjadi pada tahun 1680. Kehancuran yang kedua dan ini yang terparah adalah tahun 1813, ketika Gubernur Jendral Belanda yang bernama Herman Daendels memerintahkan kehancuran Keraton.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Keraton?
2.      Apa asal mula adanya Keraton Surosowan?
3.      Benda dan tempat apa saja yang ada di dalam Keraton Surosowan?

C.     Tujuan Penelitian
1.      Dapat mengetahui pengertian Keraton
2.      Dapat mengetahui asal mula adanya Keraton Surosowan
3.      Dapat mengetahui benda dan tempat-tempat yang ada di dalam Keraton Surosowan.

D.    Langkah-Langkah Penelitian
Penyusunan laporan ini prinsipnya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Tahap persiapan menyediakan alat-alat yang diperlukan untuk penelitian dan penyusunan data.
2.      Tahap pengumpulkan data-data di kumpulkan dengan memakai metode liberal
3.      Tahap pengelolaan data-data memakai metode komparatif
4.      Tahap penganalisaan data memakai metode induktif dan deduktif

E.     Sistematika Pembahasan
Adapun dalam penulisan sistematika penyusunan laporan ini adalah disusun secara bab per bab tiap-tiap bab dijelaskan oleh point-point sub-sub bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I         PENDAHULUAN, yang terdiri dari : Latar Belakang Masalah,  Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Langkah-Langkah Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
BAB II        FUNGSI DAN PERAN KERATON, terdiri dari : Pengertian Keraton, Fungsi dan Peran Keraton
BAB III       PERANAN DAN PERKEMBANGAN KERATON SUROSOWAN, terdiri dari : Proses Berdirinya Keraton Surosowan, Perkembangan Keraton Surosowan dan Kajian Arkeologi Keraton Surosowan
BAB IV      PENUTUP, terdiri dari : Kesimpulan dan Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB II
FUNGSI DAN PERAN KERATON

A.     Pengertian Keraton
Keraton berasal dari kata ka-ratu-an, maksudnya adalah tempat bersemayam bagi ratu. Disamping keraton, istilah kadaton sering juga digunakan untuk menyebut pengertian yang sama. Istilah kadaton berasal dari kata ka-dhatu-an, maksudnya adalah tempat bersemayam bagi para Sansekerta, kratu yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, arti keratin di samping sebagia tempat bersemayam para ratu/raja juga diartikan sebagai sumber/tempat kebijaksanaan. Sumber yang dimaksud adalah raja. Oleh karena itu, pula keratin pada zaman dulu diakui sebagai tempat tinggal ratu dan memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan.
Sama seperti rumah, keraton atau istana terdiri dari beberapa bagian bagunan atau tempat yang mempunyai fungsi berbeda-beda. Disamping itu, ditinjau dari keseluruhan bangunan/tempat di dalam keraton, semuanya mengandung arti kefilsafatan, kebudayaan dan keagamaan. Istilah keratin sering pula diidentikkan dengan pengertian Negara. Ada juga yang mengartikan bahwa keratin adalah bangunan yang berpagar dan berparit keliling sebagai pusat kerajaan, tempat bersemayam raja-raja dengan kerabat/keluarganya.

 B.     Fungsi dan Peran Keraton
Keraton merupakan bangunan yang berperan amat penting. Seperti halnya keraton pada umumnya di Jawa, Keraton juga disamping itu dijadikan sebagai tempat untuk mempermudah rakyat untuk bertemu dengan raja, serta tempat para pejabat kerajaan dan sebagai alat pengintaian musuh dan pertahanan dari serangan musuh yang hendak melawan.
Dan keraton juga berfungsi untuk mempermudah hubungan kerjasama dengan kerajaan-kerajaan lain, dalam segi perekonomian, politik serta perdagangan dan untuk memperluas wilayah kekuasaan, namun keraton juga mengandung kefilsafatan, kebudayaan dan keagamaan yang beragam.


BAB III
PERANAN DAN PERKEMBANGAN
KERATON SUROSOWAN

A.     Asal Mula Berdirinya Keraton Surosowan
Keraton merupakan bangunan yang memegang peranan sangat penting bagi sebuah kerajaan. Seperti halnya keraton pada umumnya di Jawa, Keraton Surosowan juga memiliki makna ganda, yakni sebagai bangunan tempat tinggal Sultan dan keluarganya serta perangkat kerajaan lainnya dan sebagai pusat kerajaan dalam hal ini Kerajaan Banten.

Keraton Surosowan adalah sebuah Keraton di Banten, keraton ini di bangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa Pemerintahan Sultan pertama Banten, Sultan Maulana Hasanuddin dan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk islam yang bergelar Pangerang Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar, Surosowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan Bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh, hanya menyisahkan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

Hasanuddin raja pertama di Banten yang di Penambahan Surososwan 1525 diberi gelar Maulana Hasanuddin waktu itu lebih senang menyebut rajanya dengan sebutkan "Pangerang Saba Kingking", yang artiniya rindu akan kebijaksanaan.
Raja yang memerintah dari tahun 1525 hingga 1570 ini wilayah kekuasaannya meliputi daerah di antaranya sekarang masuk Provinsi Banten, kota Banten Lama di masa pemerintahannya meliputi area seluas 1.2000.000 m2. Sebelah Utara dekat pantai di bangun menara jaga terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan persenjataan meriam, raja pertama yang membangun keraton dan benteng Surosowan serta Masjid Agung Banten, wafat tahun 1570 dan di makamkan di halaman Masjid Agung bagian Utara.
Sultan Sapuh itu digantikan putranya Maulana Yusuf Penembahan pekalangan gede yang memerintah dari tahun 1570 hingga 1580. Program kerjanya yang berhasil masa itu memperkuat perekonomian Negara dengan langkah kebijaksanaan memperluas areal pertanian, membangun irigasi membuat kanal-kanal dan mengatur penyebaran penduduk dengan membangun kampung-kampung baru yang kemudian berkembang menjadi kota.
Di samping itu memperkuat angkatan perang dan perbentengan disekitar Keraton dan kota Banten Lama dengan bata dan batu karang. Semboyannya yang terkenal masa itu "Gawe Kuta Galuwati Bata Kalawan Kawis" artinya pembangunan perbentengan dengan bata dan batu karang.
Ramainya suasana Kota Banten Lama masa itu banyak dilukiskan saudagar-saudagar manca Negara yang kapalnya berlabuh di Bandara Banten karena jasanya dalam bidang pertanian. Maulana Yusuf di makamkan di tengah sawah, 4 kilometer dari Keraton Surosowan, sekarang lokasinya tak jauh dari jalan raja dan rela kereta api Serang-Banten, hampir setiap hari makam itu banyak di ziarahi orang yang datang dari berbagai pelosok tanah air (FB. 04.2002).

B.     Perkembangan Keraton Surosowan
Keraton Surosowan sudah beberapa kali mengalami perubahan. Berdasarkan peta-peta kuno diketahui bahwa pada peta tertua (1596), Keraton Surosowan di gambarkan masih sangat sederhana berupa satu bangunan rumah di kelilingi pagar dan beberapa bangunan yang terletak di Selatan alun-alun, peta-peta 1624. Keraton Surosowan sudah digambarkan berupa bangunan berundak-undak dan bertingkat serta di kelilingi rumah-rumah, gambaran yang hampir sama masih di jumpai pada peta 1726, di mana terlihat bangunan inti keraton memiliki bagian bawah bangunan yang berundak-undak dan atap yang semakin ke atas makin kecil meruncing, hanya ukuran keraton semakin besar.

Berdasarkan penelitian, di duga terdapat beberapa tahap pada bangunan Keraton Surosowan. Pada fase pembangunan awal, dinding yang disekeliling istana lebarnya antara 100 meter sampai 125 meter, dinding tersebut dibuat Bastion dan dibangun dari susunan atau berkuran besar yang di campur dengan tanah liat (lempung). Fase pembangunan pertama mungkin terjadi pada masa pemerintahan Maulana Hanauddin (1552-1570), pada masa pembangunan fase didirikan dinding bagian dalam dan Bastion. Dinding bagian dalam berfungsi sebagai penahan tembakan, jadi antara fase pertama dan kedua telah terjadi perubahan fungsi dinding, yaitu dari yang funsi sebagai tembok keliling kemudian menjadi tembok pertahanan dengan unsur-unsur Eropa (Nurhadi 1982). Perubahan ini mungkin terjadi pada tahun 1680 dengan bantuan artistek Hendrik Lucas zoon Cardel (Ambary dkk. 1988:85), Michrob 1993:311). Sesudah masa ini, Surosowan disebut sebagai Fort Diamant (Fort : Benteng, Diamant : Intan) oleh pihak Belanda pembangunan fase ke tiga adalah tahap pendirian kamar-kamar disepanjang dinding Utara, penambahan lantai untuk mencapai dinding penahanan tembakan (Parapet). Pada pembangunan fase ke empat, di lakukan perubahan pada gerbang Utara dan mungkin juga pada gerbang Timur, pada lapisan luar dinding keraton, susunan bata di lapis secara merata dengan menggunakan batu karang, pada fase pembangunan yang terakhir terjadi penambahan banyak kamar di bagian dalam dan penyempurnaan isian dinding.
Keraton Surosowan mengalami beberapa kali penghancuran, antara lain ketika terjadi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan anaknya sendiri Sultan Haji yang bekerjasama dengan penjajah Belanda. Meski kemudian diperbaiki lagi. Perlawanan dari rakyat terhadap Sultan Haji terus berlangsung dan membuat Keraton rusak lagi. Akan tetapi, kerusakan yang paling parah terjadi pada masa Sultan Aliudin II (1803-1808) ketika Herman Willem Daendels meminta sultan agar mengirimkan seribu pekerja rodi untuk membangun jalur jalan Anyer-Penarukan. Selain itu, juga meminta agar Patih Mangkubumi wargadiraja diserahkan dan ibu kota kesultanan dipindahkan ke Anyer karena disekitar Surosoan akan dibangun benteng Belanda, tentu saja permintaan tersebut ditolak mentah-mentah. Terjadilah peperangan hebat yang berakhir dengan penaklukan Surosowan dan penangkapan Sultan Aliudin II lalu dibuang ke Ambo. Sementara Patih Mangkubumi Wargadiraja dihukum pancung, perlawanan rakyat Belanda tidak berhenti. Pada 1809, Daendels menghancurkan dan membakar Surosowan puncak kerusakan Keraton tersebut terjadi pada tahun 1813. Hampir semua bangunan Keraton Surosowan boleh dikatakan hancur semua, bahkan terkesan tidak terawat. Sayang sekali, bangunan yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi ini dibiarkan terbengkalai dimakan oleh waktu, mudah-mudahan pihak-pihak terkait dapat menjaga salah satu warisan Bangsa Indonesia yang sangat berharga ini.

C.     Kajian Arkeologi Keraton Surosowan
Sampai hari ini arekeolog belum dapat mengungkap tabir dibalik reruntuhan Keraton Surosowan yang di ancurkan oleh Kolonial Belanda tahun 1813, padahal penelitian sudah berlangsung sudah lama yaitu sekitar 30 tahun silam. Penelitian itu, antara lain pernah dilakukan arkeolog dan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), kemudian pulsitarkenas (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) dan Ditbinjarah (Derektorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan purbakal). Seperti di akui Kasi TU Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S), Drs. Zakaria Keasimin, memang tak mudah mengungkap Keraton Surosowan yang tinggal pondasinya saja dan puing-puing berserakan. Dari luas arela benteng dan keratin 1,6 hektar kurang 4,5 hektar, misal belum ditemukan di mana lokasi Singgasana Sultan Banten dan di mana pula kamar sang putri.
Dari hasil penelitian baru di ketahui, Roro Denok dan pancuran mas adalah kolam pemandian keluarga Sultan Banten tetapi Zakaria belum bisa memastikan apakah bangunan yang berada di tengah-tengah kolam Roro Denok tempat Sultan menyimpan harta pusaka. Demikian pula tentang pancuran mas yang di sebut-sebut sebagai keran air yang teruat dari lapisan emas, Zakaria mengakui Kesultanan Banten yang memerintah dari tahun 1525-1813 termasuk kerajaan yang kaya raya. Sehingga dugaan keran air terbuat dari emas besar kemungkinan besar, "Tetapi hal ini belum bisa dibuktikan, karena belum ditemukan catatan sejarah mengenai hal itu", katanya.
Sementara itu, ada pendapat yang mengatakan, boleh jadi yang disebut-sebut sebagai pancuran masa adalah air bersih yang jernih seperti keristal hasil dari pengolahan air bersih. Seperti diketahui, air bersih itu dialirkan kedalam keraton melalui pipa terekota (tanah liat) dari waduk penampungan di Tasikardi "Sebelum masuk kedalam istana air itu terlebih dahulu diproses melalui beberapa filter yang disebut dengan pengindelan abang dan pengindelan putih", ujar Zakaria.
Berdasarkan hasil penelitian. Sementara, pintu utama keraton berada di sebelah Utara menghadap alun-alun, salah satu yang memperkuat dugaan ini. Karena bangunan keraton dibagian sebelah Utara terdapat bangunan tangga yang berundak-undak.
"Bisa jadi di tempat ini menjadi ruang utama keluarga Istana menerima tamu kehormatan", katanya. Sayangnya, menurut Zakaria, Kesultanan Banten tidak meninggalkan catatan sejarah yang bisa menjadi acuan arkeolog melakukan penelitian di sana, ekskavasi dan penelitian yang dilakukan ini seperti mengungkap tabir rahasia masa lampau.
Menurut Babad Banten di sekitar jembatan Ranto terdapat nama Penjaringan, tercatat adanya pasar di lokasi tersebut. Disamping pasar permanen di Pacinaan, Karangantu dan alun-alun (lihat buku Willem Lodewijk). Penggalian ini di dasari atas berita tentang pasar yang ingin di buktikan kebenarannya, namun tim ekskavasi belum berhasil meyakinkan data temuan yang identik dengan pasar tetap di temukan alat pengecoran logam dari ukuran diameter 2 cm sampai 15 cm yang sempat mengejutkan tim penggalian.
Disamping itu sumur dan Keraton Surosowan bagian berat dalam sektor 11 dikuras dan ternyata ditemukan ternyata tulang-tulang binatang, pecahan keramik asing dan mata uang VOC. Dasar sumur diberi landasan tegel merah, sumber air diambil dari samping, karena sumber air bawah tanah asin. Hal ini merupakan teknologi baru ketika itu cara membuat sumur dengan kedalaman 4 m.
Hasil tim ekskavasi di dalam komplek Keraton Surosowan seluas 3,5 hektar pekerjaan mencari pondasi luar dan dalam Benteng Keraton sudah selesai 60%. Pemasangan-pemasangan batu bata sebagai kelanjutan dinding benteng bagian atas baru percobaan, permasangan batu karang pada dinding benteng baru mencapai 15%.
Mengikuti pola umum tata kota kerajaan Islam di Indonesia, Keraton Surosowan juga merupakan pusat kota Banten. Demikian pula, alun-alun terletak disebelah Utara, Masjid Agung Banten di sebelah Barat Keraton, pasar Karangantu di sebelah Timur dan pelabuhan berada di sebelah Utara.
Keraton Surosowan ini memiliki dua gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi Utara, Timur dan Selatan. Namun, pintu Selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya, pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di dalam keraton ini juga banyak ruang yang didalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan), salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman bernama Bale Kambang Roro Denok, adapula pancuran pemandian yang disebut "Pancuran Mas".
1)      Pancuran Mas
Dalam areal benteng bekas Keraton Surosowan yang luasnya 4,3 hektar terdapat situs Pancuran Mas, konon dahulu kala di lokasi itu terdapat pemandian keluarga Sultan Banten yang mewah. Antara lain pancuran air yang terdapat di tempat pemandian itu seluruhnya dilapisi emas murni, tempat pemandian yang terletak di Selatan komplek Selatan sampai saat ini masih bisa disaksikan, setiap wisatawan dapat menuruni anak tangga yang terbuat dari batu bata menuju tempat pemandian yang dibuat berkotak-kotak terbuka.
Air bersih yang mengucur di pancuran itu berasal dari danau Tasikardi yang terletak 3 km dari keraton. Airnya di Saluran melalui pipa terekota yang terbuat dari tanah liat, sebelum masuk kekomplek keraton, air itu terlebih dahulu di saring melalui unit pengolah air kotor yang disebuta pengindelan abang, kemudian air itu di saring di filter yang kedua disebut pengindelan putih. Jaraknya sekitar 300 meter dari filter pertama, setelah air itu bersih dan layak di Konsumsi sebagai air minum, pipa air masuk kedalam komplek keraton, situs ini menjadi bukti bahwa pada zaman Kesultanan Banten Abad XVI sudah mengenal teknologi maju dalam memproses air bersih yang kini disebut PDAM.
Ketika para arkelogi melakukan ekskavasi di lokasi perkampungan penduduk di sekitar Banten lama. Benda yang terbuat dari tanah liat itu ternyata tidak diletakan di atas permukiman tanah, tetapi sejajar digali dalam tanah, maksudnya agar air minum itu terasa dingin seperti air es, penemuan itu menunjukkan satu bukti lagi bahwa nenek moyang kita sudah mengenal lemari es di abad XVI.

2)      Bale Kambang Roro Denok
Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter. Serta kedalaman kolam 4,5 meter, ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan danau Tasikardi yang terletak dua kilometer dari Surosowan

3)      Kisah Tentang Watu Gilang dan Watu Singayaksa
Banten lama yang dikenal sebagai kawasan peninggalan Kesultanan Banten Abad XVI-XIX, sejak lama menjadi tujuan wisata. Hampir tiap hari kawasan tersebut dikunjungi wisatawan dari pelosok tanah air yang sengaja datang berziarah ke makam raja-raja Banten, kawasan tersebut sering di kunjungi rombongan anak sekolah yang datang dengan kendaraan bis. Biasanya rombongan setelah ziarah kemakam raja-raja yang terdapat di Serambi Masjid Agung Banten, mereka melihat-lihat benda-benda purbakala yang di simpan dalam museum.
Di dalam museum dapat banyak yang bisa disaksikan, antara lain peta kuno yang menunjukkan posisi Bandar Banten sebagai pelabuhan yang teramai di Asia Tenggara. Di dalam fitrin kaca, wisatawan juga dapat melihat-libat betapah kaya dan megah Kesultanan Banten yang memiliki Keraton Surosowan dan Keraton Kaibon yang luas dan dari hasil ekskavasi para arkeolog ditemukan banyak pecahan keramik asing dan lokal yang indah serta bermacam-macam uang logam kuno. Termasuk uang logam Banten yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah pada masa itu, di sana juga dapat di temukan kitab-kitab kuno yang ditulis oleh Syekh Nawawi Al Bantani.
Menyaksikan reruntuhan Keraton Surosowan yang lokasinya tak jauh dari Masjid Agung Banten juga termasuk yang banyak di kunjungi wisatawan. Sayangnya di lokasi objek wisata itu tidak terdapat para pemandu wisata, sehingga wisatawan kurang mendapatkan informasi yang lengkap tentang keberadaan peninggalan purbakala yang di lihatnya.
Salah satu contoh, keberadaan dua buah batu besar di halaman Masjid Agung Banten mengetahui asal usul dan sejarahnya, pada hal keberadaan batu besar tersebut sangat penting sebagai lambang kejayaan kerajaan Islam pada masa itu.
Menurut catatan sejarah yang ditulis arkeolog dan sejarawan, batu tersebut adalah batu berwarna hitam terbentuk segi empat dengan permukaan datar terbuat dari jenis batu andesit. Batu yang sekarang terletak di bagian muka benteng dan Keraton Surosowan bagian Utara dahulu digunakan sebagai tempat bertapa dan pengambilan sumpah (penobatan) para Sultan.
Namun dalam buku sejarah Banten yang ditulis Drs. Yoseph Iskandar dkk, batu tersebut bekas sajadah yang digunakan Hasanuddin ketika sholat di permukaan laut. Konon menurut cerita, batu yang permukaannya kasar menjadi licin berkat do'a Hasanuddin. Batu tersebut menurut keterangan yang ditulis dalam "Surat Banten" berasal dari Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Bogor. Watu Gilang Sriman Seriwicana dai pindahkan ke Banten Lama oleh penambahan Yusuf atas perintah ayahnya Hasanuddin dalam catatan sejarah.



Kerajaan di taklukan Banten pada tahun 1579
Dengan diboyongnya batu alam tersebut maka di Pakuan tak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Batu tersebut menjadi lambang keabsahan penambahan Yusuf sebagai ahli waris dan penerus kekuasaan raja-raja Pajajaran, Batu Hitang yang bersejarah itu berukuran 200 x 160 x 20 cm.
Kini Watu Gilang tanda keabsahan penambahan Yusuf sebagai penerus tahta Kerajaan Sunda Pajajaran tergeletak terlantar di halaman benteng dan Keraton Surosowan. Padahal batu tersebut memiliki nilai spiritual yang dhulu digunakan untuik upacara penobatan Raja Sunda dan Banten.
Sedangkan Watu Singayaksa yang bentuk dan jenisnya sama seperti Watu Gilang terletak di alun-alun pojok sebelah Utara. Di masa pemerintahan Kesultanan Banten batu tersebut digunakan untuk mengumumkan semua titah atau peraturan raja oleh seorang ulama. Dalam Babad Banten ditulis batu tersebut pernah berfungsi sebagai tempat bertapa Batara Guru Jampang, karena lamanya orang tua itu bertapa hingga burung membuat sarang di atas kepalanya, watu ini juga bernasib serupa dengan Waktu Gilang, tidak terawat dan dibiarkan merana di tengah-tengah keramaian wisatawan yang berkunjung di Banten Lama.
4)      Pusaka Kesultanan dan Jejak Pemukiman Kota Ki Amuk dari Karangantu ke Surosowan
Setiap benda peninggalan Kesultanan Banten yang berserakan di halaman museum, Masjid Agung Keraton memiliki catatan sejarah panjang dan unik, contohnya meriam Ki Jimat, yang lebih popular disebut ki Amuk terletak di halaman situs museum kepurbakalaan Banten Lama.
Ki Amuk termasuk salah satu meriam peninggalan Kesultanan Banten yang masih utuh di Banten Lama, puluhan meriam lainnya yang dulu menjaga setiap sudut Benteng Keraton Surosowan dan Keraton Kaibon sudah lenyap entah kemana. Meriam kuno yang berada di depan Kantor Kodim Serang, Polwil Banten, Gubernur dan Pemkab Serang termasuk peniggalan Kesultanan Banten yang tercecer.
Dahulu meriam ini terletak di dermaga pelabuhan Karangantu menghadap ke laut, keberadaan meriam itu di sana diberi cungkup dan di keramatkan penduduk setempat. Di bagian atas moncongnya terdapat prasasti yang di tulis dalam Bahasa Arab yang berbunyi Aqibatul Khoirisulamatul Iman.
Menurut KC Crug yang melakukan penelitian terhadap meriam-meriam warisan Kesultanan Banten, prasasti itu merupakan candra sengkala yang menunjukkan angka tahun saka 1450 (1528-1529 M), Crug juga mengatakan, meriam itu ada hubungannya dengan meriam si Jagur yang ada di Jakarta, meriam itu adalah hadiah dari Sultan Trenggono dari Demak kepada Sunan Gunung Jati.
Ketika pelabuhan Karangantu di renovasi KOP Bakti Siliwangi-Korim 064 Maulana Yusuf tahun 1967, meriam tersebut sempat menghilang dari tempatnya. Tetapi setelah Pertamina rampung merenovasi Masjid Agung Banten tahun 1974, meriam tersebut muncul kembali dan oleh Direktorat Sejarah dan perbukala di tempatkan di sudut Tenggara alun-alun depan Keraton Surosowan.
Karena di tempat itu benda peninggalan perang tersebut masih di puja dan di keramatkan penduduk setempat, lalu di pindahkan kehalaman museum situs kepurbakalaan Banten Lama.
Meriam kuno ini termasuk senjata pamungkas tempo duluh. Bila warga Kota metropolitan Jakarta bangga memiliki meriam besar bernama Ki Jagur, warga Banten juga bangga memiliki meriam besar yang bernama Ki Amuk. Keduanya sama-sama berpredikat sebagai senjata andalan dan pemusnah massal yang hebat pada zamannya, disebut Ki Amuk karena senjata ini tak ada yang menandingi pada setiap pertempuran. Suaranya yang keras mengelegar menjadi musuh takut dan lari terbirit-birit, disamping meriam ini memiliki daya perusak yang dahsyat, juga jangkauan tembakannya yang jauh.
Demikian hebat kemampuan kerja meriam ini hingga masyarakat pada waktu itu menganggap senjata yang tebuat dari perunggu ini disebut-sebut sebagai benda keramat yang memiliki kekuatan gaib. Masyarakat lalu memberi gelar meriam itu Ki Amuk dan Ki Jimat dan anehnya sampai saat ini meriam tersebut masih dipuja dan dianggap sebagai benda yang di keramatkan. Misalnya diantara penziarah ada yang sengaja membuang uang logam kemeriam tersebut, bahkan yang mencoba-coba merangkul laras meriam itu, menurut kepercayaan, bila pelukan itu bisa bertemu gelang, maka niatnya akan terkabul.
Lain lagi menurut pakar arkeologi Islam Dr. Uka Tjandrasasmita, mantan Direktur purbakala Ditjen Kebudayaan Depdikbud, meriam besar seperti itu banyak terdapat di museum militer Turki, peluruhnya ada yang terbuat dari besi dan ada pula yang terbuat dari batu bulat. Menurut Uka, arti tulisan dalam Bahasa Arab itu mengandung makna yang dalam, intinya mengatakan "Setiap perbuatan baik selalu berkaitan dengan iman". Uka menyesalkan, merima besar itu dipindahkan ke halaman museum, menurut pendapatnya meriam itu seharusnya berada di depan Keraton Surosowan, karena keberadaannya selalu berkaitan dengan upacara kenegaraan, misalnya museum itu berperan pada saat penobatan raja dan menyambut kedatangan tamu Negara.
Beberapa sumber mengatakan bahwa pada pemerintahan Kesultanan Banten, semua meriam yang dimiliki punya nama sesuai dengan asal usul dan kehebatan tembakannya. Misalnya meriam Ki Amuk yang kini berada di halaman museum Banten punya kehebatan gempurannya, suaranya yang menggelegar dengan jarak tembak yang jauh bisa membuat musuh lari terbirit-birit.
Sebuah daftar meriam yang ditemuakan di Banten tahun 1790 menyebutkan disudut Timur laut benteng Pakuwon atau Surosowan terdapat dua meriam terbuat dari kuningan buatan Inggris, meriam itu semula dibuat atas pesanan Tn. John First Lord Berkly of Stratton, Master Of Ordonance pada tahuun 1663. Kemudian meriam itu di bawah ke Tonking, Vietnam Utara, lalu di jual ke Banten seharga 10.000 real Spanyol dan tiba di Banten tahun 1680.
Kemudian terdapat pula meriam Inggris yang lain dengan prasasti William Wightman London 1678. Dan sebuah meriam buatan lokal yang di duga buatan Kawirgunan, sedangkan sisi Timur benteng terdapat sebuah meriam Belanda terbuat dari kuningan berasal dari Enkhzen untuk cabang VOC di Amsterdam 1623. disana juga terdapat meriam lain terbuat dari kuningan dengan tulisan oleh Lamberts Amsterdam 1638.
Sementara di sudut Tenggara yang disebut dengan bagian South point, dua meriam kuningan buatan lokal dengan lima tanda pada larasnya. Dan satu meriam kuningan dengan tulisan oleh Lambert Amsterdam 1638, dan catatan Willem Lodewyiks yang turut armada de Houtman tahun 1596.
Dari catatan willem lodewjjks yang turut armada de Houtman tahun 1596. Setiap bangsawan memiliki sepuluh sampai du belas orang menjaga rumah sepanjang malam, penjagaan begitu ketat, sehingga musuh sulit untuk masuk kedalam rumah, rumah-rumah para pejabat Negara didirikan di atas 10 tiang kayu yang di ukir indah sekali.
5)      Reruntuhan Keraton Surosowan
Sisa-sisa bangunan Keraton Surosowan yang berserakan di Banten Lama sebenarnya bisa diceritakan tentang kisah tragis pada masa lampau, sayangnnya tak satupun pemandu wisata atau pramuwisata yang mampuh menyeguhkan kisah yang melihat-liat peninggalan purbakala bekas Kesultanan Banten Abad XVI pulang tanpa kesan dan tidak tahu Keraton itu hancur.
Padahalan bila wisatawan masuk lewat pintu gerbang utama, bisa mendapatkan sepanggal cerita yang menarik tentang terbunuhnya Du Puy, perwira militer yang di utus Gubernur Jendral Daendels.
Menurut catatan sejarah pada masa pemerintahan Daendels, rakyat Banten di kerahkan untuk membangun pangkalan militer di Ujung Kulon. Pekerjaan tersebut sangat berat karena tanpa peralatan yang memadai, sehingga banyak menimbulkan korban jiwa. Hal tersebut menimbulkan kemarahan Sultan Muhammad Syafiuddin, sultan tidak rela melihat rakyatnya mati bergelimpang karena kerja paksa, sebab itu pekerjaan di berhentikan. Ternyata tindakan Sultan membuat berang Daendels, sehingga mengirimkan Du Puy ke Keraton Surosowan, tetapi melihat tindakan yang kasar perwira Belanda itu, amarah rakyat tak terbendung, maka dibunuhlah Du Puy di depan istana, kemudian Belanda membalas mengirimkan pasukan dengan jumlah besar untuk menggempur Keraton Surosowan, setelah Kesultanan Banten hancur, Sultan di buang ke Ambon lalu dipindahkan ke Surabaya dan patihnya di hukum pancung.


Bila diperhatikan secara seksama, bekas istana yang megah di Banten Lama terlihat pondasi bangunan baru berdiri di atas pondasi lama, ternyata keraton baru yang dibangun oleh Sultan Haji didirikan kembali di pondasi bekas pondasi lama. kisah tentang pertempuran antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa juga tak kalah menarik, sayangnya pramuwisata yang ada di Banten belum menguasai kisah tragis tentang perkelahian antara anak dengan ayah yang terjadi pada Abad Ke XVII.
Sultan Haji di Bantu Belanda, pada masa pemerintahan Sultan Haji (1672-1687) Keraton ini dibangun kembali di atas puing-puing Keraton Sultan Ageng Tirtayasa yang sudah rata dengan tanah tahun 1680-1681, pada tahun 1808 terjadi perselisihan Sultan Banten dengan Belanda. Pada tahun itu juga Keraton Surosowan di hancurkan oleh Belanda di bawah pimpinan Daendels penghancuran tersebut berlangsung hingga tahun 1832, bahan Keraton Surosowan banyak di ambil untuk digunakan kembali pada bangunan Belanda lainnya, sehingga Keraton Surosowan yang ada sekarang ini merupakan sisa dari sisa-sisa kehancurannya.
Dari hasil penelitian lapangan di ketahui bahwa sisa-sisa struktur bangunan Keraton baru berhasil di munculkan lewat serangkaian penelitian arkeologi pada bagian tengah keratin. Sementara itu, sisa sebelah Barat dan Timur bagian dalam keraton masih berupa gundukan tanah yang di tumbuhi perumputan, khusus untuk struktur yang telah tampak di permukaan, karena meliputi area yang cukup luas dan temuan yang cukup padat, maka dibagi menjadi sembilan sektor (Sektor A-1)
Dari analisis struktur bangunan, diketahui bahwa ada beberapa tipe pondasi digunakan di Keraton Surosowan. Tipe yang banyak digunakan adalah tipe yang terdiri atas enam lapisan; dua lapisan terbawah menggunakan karang berbentuk kotak seadanya dan empat lapisan di atasnya menggunakan bahan bata, tiap lapisan disusun sedemikian rupa sehingga tersusun secara simetris makin ke atas makin mengecil (tipe E dan F).
Dari struktur dinding juga diketahui terdapat beberapa tipe, umumnya adalah berupa susunan bata utuh sedemikian urpa sehingga dari sisi luar dinding terlihat, lapisan pertama berupa susunan sisi tebal-panjang bata (strek). Lapisan kedua berupa susunan sisi tebal-lebar bata (kop), lapisan ketiga kembali sama seperti lapisan pertama, lapisan keempat sama dengan lapisan kedua, dan seterusnya.

Dari analisis tata letak bangunan, khususnya struktur bangunan di dalam komplek keraton, diperoleh informasi terdapat kediaman Sultan, bangunan untuk istri dan kerabat keraton, bangunan terbuka dengan tiang dan permadani, Roro Denok (kolam dan bale kembang), kolam pancuran mas, sementara itu, dari struktur lantai diketahui bahwa digunakan dua bahan yaitu ubin (untuk ruang yang penting) dan bata (untuk ruang yang kurang penting dan jalan/gang). Dari analisis struktur bangunan juga diketahui, bahwa Keraton Surosowan yang tampak sekarang ini juga dibangun secara bertahap. Tahapan itu terlihat, gejala ini terutama terlihat pada struktur bangunan pada sektor A (ruang A.5 dan A.11) dan sektor 13 (ruang B.1) luhur, made bahan, made mundu, made gayam, kandang kuda dan tempat kereta kuda, berdasarkan data lapangan di dalam keraton yang masih terlihat dapat dikatakan bangunan yang dianggap sama hanyalah kolam Roro Denok (sektor D) dan kolam pancuran Mas (Sektor G).
Bangunan kediaman sultan terletak antara kolam pancuran mas, yakni bangunan pada sektor E, bagian Uatara (depan) sektor ini terdapat 20 umpak sebagai dasar tiang, terdiri atas 12 umpak di sisi Barat dan 8 umpak di sisi Timur. Mungkin dua kelompok umpak ini dahulunya merupakan dua bangunan panggung yang salng berhadapan, di Tengah "halaman" antara dua kelompok umpak tadi terdapat sisa struktur lengkung tapal kuda, yang di duga reruntuhan gapura di depan bangunan ini.
Di sebelah Selatan (belakang) sector ini terdapat ruang-ruang dan kolam mandi dengan tangga ke dalamnya. Selain itu, made bahan menurut naskah G Tor 27389 adalah gapura besar keratin, madhemundu dan madegayam adalah pos jaga yang terdapat di madhebahan dan di dekat madhegayam terdapat siti luhur yang letaknya bersebelahan dengan gudang senjata dan kandang kuda.
Secara keseluruhan, berdasarkan pada thaun 1900, tata letak Keraton Surosowan berbeda dengan Keraton Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta. Jika pada keratin di Cirebon, Yogyakarta dan Surakarta terbagi atas tiga halaman, maka Keraton Surosowan secara garis besar hanya memiliki dua halaman (di luar dan di dalam benteng). Di dalam benteng terdapat (a)  Istana sultan,  (b) Kolam Roro Denok, (c)  Datulaya, (d)  Kolam pancuran mas, (e)  Gerbang Utara, dan (F) Gerbang Timur. Sementara itu, di luar benteng terdapat (a)  alun-alun, (b) Watu Gilang, (c)  Masjid Agung Banten, (d)  bangunan tiyamah, (e)  Srimanganti, (f)  Meriam Ki Amuk dan (g)  Bale Dana.
Sementara itu, berdasarkan analisis hubungan lokasional dan fungsional diketahui bahwa semua struktur bangunan yang tampak sekarang saling berhubungan dan memiliki fungsinya sendiri-sendiri, bangunan di dalam benteng sebelah kanan/Barat (Sektor A) berkaitan dengan bangunan persenjataan dan pertahanan.
Bangungan di dalam gerbang sebagai bangunan utama "kantor" dan aktivitas Sultan (sektor B sisi Barat), dan sebagai bangunan tenaga pendukung atau pelayan kediaman kerabat Sultan (sektor B sisi Selatan). Di sebelah Timur sector B, terdapat kediaman sultan (sektor E) dan taman kolam Roro Denok dengan bak kembangnya di depannya (sektor D). Bangunan-bangunan pada sisi Selatan keraton berkaitan dengan penampungan air bersih, pemandian dan bak pengaturan dari kotor (sektor G), serta sebagai bangunan karyawan keraton (sektor H).




BAB IV
PENUTUP


A.     Kesimpulan
Dari penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan analisis peta kuno. Keraton Surosowan paling sedikit telah mengalami lima tahap pembangunan, dari data pengupasan dan penggalian hanya dapat memperlihatkan adanya dua fase pembangunan berdasarkan indikasi struktur bangunan yang tumpang tindih. Berdasarkan sisa lantai dalam tiap ruang diketahui terbuat dari bahan ubin atau tegel semen berglasur merah dan bata, serta dapat direkonstruksi ukuran, dan pola pasangannya pada tiap ruang di kompleks keraton. Disamping itu, diperoleh pula data untuk merekonstruksi pola pasangan bata dinding bangunan dan pondasi pada bangunan di kompleks keraton. Sementara itu, berdasarkan pengamatan di lapangan juga diperoleh asumsi beberapa fungsi banguan yang telah ditampakan, seperit tempat tinggal sultan, bangsal terima tamu, kolam taman Roro Denok, dan pemandian pancuran mas untuk para kerabat keraton.

B.     Saran-saran
Berdasarkan dari kesimpulan di atas, setelah meneliti dan menela'ah, maka penulis ingin menyampaikan sedikit saran-saran kepada pembaca umumnya dan kepada orang tua dan para penerus atau generasi-generasi muda. Dan saya selaku penulis merasa banyak kekurangan dalam penyusunan. Oleh karena itu kepada pembaca, penulis mengharapkan tegur sapanya, saran dan kritik yang membangun, tak lupa peneliti menghaturkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA


Cecep Eka Permana, 2004. Kajian Arkeologi Keraton Surosowan, Pandeglang : Makara Sosial Humainora.
Hakim, Lukman, 2006. Banten Dalam Perjalanan Jurnalistik. Banten : Banten Heritage
Iskandar dkk, 2001. Sejarah Banten Dari Masa Merdeka Nirleka Sampai Masa Kesultanan Banten, Jakarta : TSA Group.
Lubis, Nina H, 2003. Banten Dalam Pengumpulan Sejarah, Jakarta : LP3S
Michrob, Halway & A. Mujahid Hudori, 1993. Catatan Masa Lalu Banten, Serang : Saudara.





































LEGALISASI


Laporan ini telah di setujui dan di syahkan oleh Pembimbing pada
Hari …………… Tanggal ……………. Bulan …………… Tahun.


Pembimbing



WAHYU AWALUDIN, S.Hum


Mengetahui,


Kepala Sekolah SMA





RAHMAT FUADI, S.Pd.I

Wali Kelas





SITI BADRIYAH, S.Pd.I



Ketua Yayasan


Drs. H. EDI SUMARDI


i















.








KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayahnya kepada penulis untuk menyelesaikan laporan yang telah di ajukan ini. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada sang guru agung pendidik sejati Nabi Muhammad SAW.
Maksud dan tujuan penulis menyusun laporan ini adalah untuk memenuhi tugas guna mengikuti Ujian Akhir Sekolah. Dalam rangka laporan ini, penulis mencoba untuk mengembangkan potensi dan pengetahuan, dan berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya tugas ini dapat di selesaikan dengan judul "Keraton Surosowan".
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, sehingga penulis ini dapat terselesaikan yaitu kepada :
1.      Bpk. Drs. H. Edi Sumardi selaku Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Ma'arif
2.      Bpk. Rahmat Fauadi, S.Pd.I selaku Kepala Sekolah SMA Plus Al-Ma'arif
3.      Bpk. Wahyu Awaludin, S.Hum  selaku Pembimbing Laporan Karya Tulis yang senantiasa memberikan motivasi serta petunjuk yang sangat berarti dalam menyusun Karya Tulis ini.
4.      Ibu. Siti Badriyah, S.Pd.I  Selaku Wali Kelas XII A SMA Plus Al-Ma'arif.
5.      Bpk dan ibu Dewan guru yang telah memberikan semangat sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.
6.      Kepada kedua orang tua yang telah memberikan motivasi dan bantuannya baik berupa moril dan materi serta do'anya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Akhirnya penulis mengucapkan do'a semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT, dan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita dan penulis juga mengharapkan maklum atas segala kekurangan dalam pembuatan laporan ini karena penulis dalam tahap belajar. Dengan hati yang lapang, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, terima kasih.

ii









DAFTAR ISI



LEGALISASI ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I ........... PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B.     Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C.     Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
D.     Langkah-Langkah Penelitian ................................................ ....... 3
E.      Sistematika Pembahasan ............................................................. 3
BAB II .......... FUNGSI DAN PERANAN KERATON
A.     Pengertian Keraton ..................................................................... 5
B.     Fungsi dan Peran Keraton ........................................................... 6
BAB III ........ PERANAN DAN PERKEMBANGAN KERATON SUROSOWAN
A.     Proses Berdirinya Keraton Surosowan ........................................ 7
B.     Perkembangan Keraton Surosowan ............................................ 9
C.     Kajian Arkeologi Keraton Surosowan ....................................... 12
BAB IV ......... PENUTUP
A.     Kesimpulan ............................................................................... 32
B.     Saran-Saran ............................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA

iii





















KERATON SUROSOWAN


LAPORAN
Di Ajukan Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan
Belajar Di SMA Plus Al-Ma'arif




 








DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK : V (LIMA)
Jurusan : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
1.      M. JARKASIH                4.   SITI IMASWATI
2.      PURYANA                       5.   SITI SYARIFAH
3.      WAHYUDI                       6.   SITI MAIDAH


YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL-MA'ARIF
SEKOLAH MENENGAH ATAS PLUS
CIKANDE – SERANG
TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011